Senin, 27 Mei 2019

Cerita 2 Gadis Remaja Potong Rambut Sendiri Di Pinggir Jalan

“Ah selesai juga”. Begitu pikirku dalam hati manakala selesai mengerjakan pekerjaan di salah satu klien perusahaan tempatku bekerja. Kemudian Ku mulai menyalakan sepeda motorku, perlahan Ku meninggalkan lokasi.

Perkenalkan namaku Andrew. Aku seorang IT Support di salah satu perusahaan IT terkemuka di Jakarta. Setiap hari Aku bekerja dilapangan, menyambangi kantor yang menjadi mitra perusahaanku.
Sore itu hari masih sore, namun pekerjaanku hari itu sudah selesai. Ku lihat jam tanganku masih menunjukkan pukul 15.40. Aku memacu pelan kendaraanku,

Aku malas langsung pulang ke rumah, maka Ku putuskan untuk jalan-jalan sebentar menikmati sore. Aku pun memasuki komplek perumahan yang cukup asri, aku semakin nyaman membawa kendaraanku dengan sangat perlahan. Banyak sekali anak-anak muda yang juga berjalan-jalan sore, baik bersama pacar maupun bersama genk tongkrongannya. Banyak juga anak sekolah yang baru pulang sekolah tidak langsung pulang.

Aku terus saja menikmati suasana sore yang nyaman itu sembari mendengarkan music dari handphone sambil terus mengemudi santai. Namun tiba-tiba saja aku kaget ketika motorku oleng, dan Aku terjatuh terjerembab dari motor. Untung saja Aku masih bisa mengendalikan arah jatuhnya badanku. Aku bangun dan melihat apa yang terjadi sambil merasakan sedikit sakit pada dengkulku. Ternyata Aku ditabrak oleh sepeda motor yang dikemudikan oleh dua orang remaja putri yang masih menggunakan baju seragam putih abu-abu. Ku bangunkan motorku, kemudian Ku bantu juga mereka membangunkan motornya.


Cerita 2 Gadis Remaja Potong Rambut  Sendiri Di Pinggir Jalan


Aku sedikit kesal bercampur kasihan melihat kedua remaja tersebut mereka terlihat shock dan kesakitan.
“Mbak, gimana sih bawa motornya?”. Ucapku agak sedikit kesal
“Maaf Mas, tadi Saya salah bawa motor sambil main hp” salah satu remaja tersebut menjawab. Sepertinya Ia yang tadi membawa motor. Sementara remaja yang lain sibuk membersihkan bajunya yang terkena kotoran jalan.
Aku memperhatikan motorku, ternyata body motorku lecet sangat parah, ditambah lampu sign dan spion motorku pecah.

“Terus gimana nih Mbak? Motor Saya jadi rusak gini, mana motor kantor lagi”
Mereka tidak menjawab, hanya saling memandangi bingung.
Aku memperhatikan mereka, rupanya paras mereka cukup cantik dengan setelah seragam sekolah yang terlihat serasi dengan tubuh mereka. Salah satu dari mereka memakai jibab.

“Mas maaf ya Mas, Kita ga bisa ganti motornya, Kita ga punya uang”. Jawab remaja yang menggunakan jilbab
“Iya Mas, ini emang kesalahan Kita. Tapi Kita beneran ga mungkin buat ganti” timpal rekannya
Aku terdiam, bingung sekaligus iba melihat mereka bicara seperti itu. Namun Aku juga tahu bahwa ini motor inventaris kantor, jadi jika ada kerusakan maka Aku yang harus menggantinya.
“Ayo Mas, maafin Kita ya mas? Please” mereka terus saja merengek
“Nanti gimana Saya ganti kerusakan motor ini? Ini kan motor kantor Mbak, Saya harus ganti semua kerusakan” jawabku datar.
“Yaaa terus gimana dong Mas? Emang kena berapa kalo benerinnya” jawab si jilbab
“Saya juga ga tau Mbak, mungkin habis 1 juta kali, orang parah banget, tuh liat aja bodynya” Aku menjawab asal
Mereka kaget dan cemberut sambil sesekali berbisik-bisik.
“Nama kalian siapa? Sekolah dimana?” Aku bertanya
Kemudian si jilbab menjawab
“Aku Dian, Kami sekolah di SMA XX Mas”
“Aku Poppy” Jawab rekannya

Aku lihat wajah Dian begitu takut dengan wajah memerah menahan tangis, sementara poppy sibuk dengan smartphonenya.
Dian jika kulihat Dian seorang anak yang pendiam, Ia berpakain rapi dengan jilbab namun tetap terlihat modis. Sedangkan Poppy tak kalah modis dengan rok menggantung diantara mata kaki dan lutut, dengan rambut hitam sebahu dipotong rata.

“Terus gimana ya Mbak? Mbak jual aja HP nya, kan bisa buat nutupin ganti rugi motor Saya. Saya yang penting motornya aja Mbak dibenerin, kalo luka Saya mah ga apa-apa”. Selorohku

“Jangan Mas, nanti Kita dimarahi sama ortu Kita” jawab Poppy melirik Dian yang terus saja menahan tangis

Lama sekali Kami bernegosiasi, namun tidak ada kata sepakat diantara Kami. Mereka tetap tidak mau mengganti kerusakan motorku. Mereka tidak mau menjual HP mereka dan tidak mau juga meminta kepada orang tua, terlihat mereka takut sekali apabila harus meminta kepada kedua orang tua.
Dari tadi Kami ngobrol, Aku sedikit terpesona kepada Poppy, Ia terlihat cukup aktif. Namun Dian juga tidak kalah anggunnya. Ah jika saja mereka berdua bisa Aku pacari, pikirku aneh. Selain itu karna Aku seorang Festiher, tak ketinggalan Aku daritadi terus saja memperhatikan jilbab Dian, Aku selalu penasaran dengan wanita yang menggunakan jilbab. Sementar Poppy dengan rambut sebahunya membuatku horny.

“Apa Gw minta rambut mereka aja ya” Aku bicara dalam hati
Aku mulai kepikiran untuk mendapatkan rambut mereka, untuk sekedar kesenangan diri sendiri saja, karena posisiku yang tawar. Sementara ganti rugi sepeda motor tidak lagi Aku pikirkan.
“Mbak, kalo Mbak gak mau ganti pake HP atau minta uang sama ortu. Masa Saya yang harus ganti kerusakan motor ini sendiri, padahal Saya disini korban loh”. Aku memulai
“Mbak kalo boleh Sarankan, Mbak jual apa kek buat sekedar menutupi uang ganti rugi Saya”
“Jual apaan Mas? HP Aku gak mau Mas, nanti Aku dimarahi habis-habisan, apalagi kalo papa tau Aku yang salah nabrak orang karna main HP dijalan” Dian menjawab dengan tetap wajah memelas
“Saya pernah baca kalo di salah satu salon berani membeli rambut pengunjungnya, barangkali Mbak mau”. Aku mulai memburu

“Kalo boleh tau Mbak rambutnya semana?” Aku mulai horny
Ku lihat Dian semakin bingung, sementara Poppy mulai mengelus-elus rambutnya
Mereka berbisik pelan.

“Apa Kita jual aja rambut Kita, kasian juga Mas ini” Poppy pelan
“Tapi masa Kita mau digundulin” Dian memekik dan memerah hingga akhirnya menetes air matanya.
Mendengar ucapan Dian, Aku menjawab jika mereka tidak perlu digunduli, cukup dipotong seperti Fenita Arie.
“Mas kalo Kita jual rambut Kita, emang bisa laku berapa? Kan rambut Saya pendek Cuma sebahu?” imbuh Poppy
“Saya sih gak tau Mbak, intinya kalo Saya sih minta tolong untuk diberikan ganti rugi ala kadarnya buat motor Saya. Dan Saya tau ada yang bisa bantu kalian dengan menjual rambut. Mungkin kalo Mbak Poppy bisa dapet 100 ribu, kalo Mbak Dian Saya gak tau panjang semana” Jawabku mengada-ada

Poppy melirik kepada Dian yang sesegukan menangis. Poppy memberikan isyarat pertanyaan. Dian tidak menjawab, kemudian Poppy merangkul Dian sembari membisikkan kata-kata.

“Udah Kita jual aja rambut Kita, Gw sebenernya gak mau tapi mau gimana lagi, Cuma ini yang bisa gw bantu buat elo. Kan sebenernya ini bukan salah gw juga sih” Poppy sedikit tegas
“Gw sedih kalo rambut gw harus dipotong pendek banget Pop, coba kalo gw punya uang. Maafin gw ya, gara-gara kecerobohan gw, elo kena imbasnya” Dian tetap dengan sesegukan
“Jadi gimana nih?” Aku tak sabar
“Yaudah Mas, ayo Kita ke salon” Dian menjawab tiba-tiba. Terlihat Poppy kaget
Yihaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa. Aku menang
“Eh Tapi Saya mau tau dulu panjang rambut Mbak Dian semana? Nanti tau-tau cuma seleher” Usilku bertanya

“Tenang Mas, rambutku lebih panjang dari Poppy” Jawab Dian polos
“Yaudah Mas, Kita ke salon sekarang. Dimana lokasinya?” Poppy bertanya
“Lokasinya ada di Jakarta Selatan, berbatasan dengan Tangerang” Jawabku
“Waah jauh banget mas, sekarang Kita di Jakarta Barat, itu mah dari ujung ke ujung Mas.

Kita juga ga punya SIM, bisa dicegat polisi nanti, Mas tau sendiri sekarang aja Kita gak punya uang buat ganti rugi Mas, apalagi nanti ketilang” Poppy panjang menjawab
Otakku terus saja memikirkan proses pemotongan rambut dua anak sekolah yang cantik-cantik ini. Aku berkhayal memotong rambut mereka di area yang sepi, sambil mereka berjongkok seperti kena razia.
“Yah gimana dong, gini aja deh Mbak, Saya aja yang potongin rambutnya, nanti Saya sendiri yang jual kesana. Gimana?” tanyaku
“emang mas bisa?” Poppy bertanya balik
“Saya sih gak bisa, paling Saya guntingin aja rambutnya, nanti Mbak rapihin dirumah atau disalon sendiri”
Mereka saling melirik, berpikir sambil saling meyakinkan diri mereka sendiri.
“Mas, nanti Mas motongnya semana? Kalo pendekkan nanti Kita gak bisa dirapihin gimana? Masa Kita digundulin?” celetuk Dian sedikit tenang
“Ya gaklah, Saya punya perkiraan semana pendeknya supaya bisa dirapihin” Aku menjawab
“Yaudah Mas, Mas bawa guntingnya? Mau potong dimana?” ujar Poppy
Aku mengecek tas, Ku buka box perlatan tempurku, Ku ambil gunting sambil menunjukkan kepada mereka. Aku memang selalu membawa barang bawaan yang cukup banyak untuk peralatan kerjaku, sesuai SOP yang ditetapkan oleh perusahaan dimana Aku harus membawa Tang Crimping, Kabel RG45, Gunting, Cutter dsb.

“Kita nyari tempat yang agak sepi ya, biar kalian gak malu juga” imbuhku
Kami pun sepakat mencari tempat, Kami mengendarai motor. Aku sesekali melihat dispion bagaimana raut wajah Dian yang terlihat sangat sedih akan kehilangan rambutnya, meskipun Aku tidak tahu seberapa panjang, namun Ku yakin Ia sangat menyayangi rambutnya. Sementara Poppy terlihat terus mengelus rambutnya, Ia tampak sudah pasrah akan berambut Pixie, padahal jika Ku lihat, Poppy memiliki rambut yang sangat terawat. Bisa dilihat dari tebal, lurus dan hitamnya rambut. Kemudian nampak pula rambut yang terpotong rapi, Ia sepertinya rutin men-trim rambutnya.
Tak terasa Aku melihat sebuah tempat tenda tukan pecel lele yang belum buka, dimana terdapat gerobak besar memanjang. Aku pikir itu tempat yang paling ideal, karena sepi dan Aku akan memotong rambut mereka dibalik gerobak tersebut, sehingga tidak terlihat oleh orang yang lewat.
Aku memberikan sign, dan memarkirkan kendaraan.

“Disini, gimana?”
“Yaudah Mas, tempatnya sepi” jawab Poppy
Mereka pun turun dan langsung menyimpan tas mereka di gerobak. Begitupun Aku, membuka sweater dan meletakkan tas. Kemudian mengambil gunting.
“Siapa dulu nih? Kalian bawa sisir?” Tanyaku
Mereka saling menghindar siapa yang akan dipotong duluan. Terlihat mereka berdebat.
“Aku duluan deh Mas, si Dian mau farewell dulu sama rambutnya kali” ucap Poppy sambil memberikan sisir
Aku suruh Poppy Jongkok.
“Mas, Aku jongkok? Udah kayak orang kena razia aja Mas. Terus nanti bajuku penuh rambut dong?” Poppy protes
“Ya mau gimana lagi? Orang ga ada bangku, kalian bawa kain atau sweater gak?” Aku balik protes
“lagian juga bentar kok Cuma potong tanpa model, apa mau pake sweater Ku?” Ku Tanya lagi
“Gausah deh Mas, pasti bau. Udah gini aja” canda Poppy
Poppy mulai jongkok, kemudian Ku hampiri. Ku sisir rambutnya, rasanya si Jono udah mau muncrat!
“Udah siap nih?” Ku ledek
“Udah diem, nanti Saya berubah pikiran nih” Poppy kesal
“Oiya, Mbak Dian tolong rekamin ya?” Ku berikan smartphoneku

Dia tidak senyum sedikitpun, Ia terus Saya menunduk dengan sesekali memegang kerudungnya. Nampak Ia amat gelisah.
Aku mulai ambil sejumput rambut pinggir sebelah kiri Poppy, setelah Ku kira-kira. Kress Kress kugunting rambutnya.

“Kyaaaa” Poppy teriak pelan memejamkan matanya.
Akhirnya rambut Poppy terlepas, terlihat jelas kupingnya. Aku sengan memotongnya sedikit di atas kuping. Ku berikan pada Poppy agar Ia rapikan.
“Wadoooh rambut gw sayang-sayang, tiap 2 minggu ke salon. Harus berakhir begini dah” celoteh Poppy sambil menciumi rambutnya.
Aku lanjutkan ke bagian tengah. Dibagian belakang Ku potong hingga di atas tengkuk, karena bagian ini akan lebih pendek jika dipotong pixie. Aku berhenti.

“Coba deh ngaca, rambut Kamu cepak sebelah” ujarku usil
Poppy cemberut , Ia tidak mau melihat kaca.
Aku selesaikan bagian belakang. Kini Aku memotong bagian samping kanan.
“Udah beres Mbak”
Poppy bangkit, sambil memegang rambutnya. Rambutnya nampak acak-acakan dengan potongan tidak rapi. Tampak seperti orang yang terkena razia rambut. Kemudian Ia mengambil kaca dari tasnya, sekejap kemudian matanya mulai berkaca, wajahnya muram tak berkata sedikitpun.
“Sini potongan rambutnya Saya rapihin” ucapku sambil mengambil potongan rambut Poppy dari tangan Poppy.

Ku perkirakan kira-kira panjangnya sekita 20cm, hitam dan tebal. Aku seperti melayang rasanya melihat Poppy menangis ringan sambil terus memegangi rambutnya, sementara Aku memegang potongan rambutnya.
Aku melirik kepada Dian.

“Tadi videonya lengkap kan Dian dari awal?” Tanyaku kepada Dian
Dian Menjawab
“I…Iya Lengkap” Suaranya parau, Ia sangat tegang
Aku raih smartphone ku, dan Kulihat videonya, Aku tersenyum puas melihatnya karena videonya begitu detail ketika rambut Poppy dipotong.
“Sono gantian bagian elo Dian, buruan!” Poppy agak sedikit kesal
Memang Aku paham dengan perasaan Poppy, Ia jadi terbawa masalah karena rekannya mengendarai motor sambil bermain HP, hingga akhirnya Ia harus merelakan rambutnya. Bahkan Ia yang lebih terlihat bertanggung jawab dibandingkan Dian.

“Iya Pop, maafin gw ya, elo jadi kebawa-bawa gini” jawab Dian sambil membuka jarum yang menempel di kerudungnya. Sedikit-sedikit Ia mulai membuka kerudungnya, hingga sampailah pada lapisan kerundung paling dalam yang seperti topi cupluk. Kemudian Ia menarik kerudung terakhirnya.

Nampaklah rambut Dian berwarna kecokelatan, masih diikat bulat membentuk bun. Secara perlahan Dian menarik ikat rambutnya, akhirnya tergerailah rambut Dian dengan kontur sedikit ikal dan keriting menggantung sepunggung. Modelnya shaggy dengan layer, berwarna hitam kecokelatan. Ternyata rambut Dian juga sangat terawat. Mungkin lebih terawat dibandingkan dengan Poppy.
Dian berjalan pelan sambil memegangi rambut panjangnya, seakan tidak tidak rela jika rambut indahnya dipotong. Dian mulai berjongkok, merunduk kemudian menangis. Agak deras air matanya. Aku diam melihatnya, Aku agak ragu melanjutkan ini, tapi Aku harus konsisten karena Poppy sudah Ku eksekusi.

“Beb, udah dooong jangan nangis, kan ini udah jadi keputusan Kita atas kesalahan Kita” Poppy berusaha menenangkan Dian.
Dian memeluk Poppy.

“Pooop, maafin gw banget ya, elo ikhlaskan begini?”
“Iya, rambut gw udah cepak gini, masa gak ikhlas? Yaudah sekarang elo yang ikhlas dong, kasian Masnya harus ganti kerusakan motornya” Poppy bersikap dewasa
“Mas, langsung deh” Dian memulai
Aku semakin tidak karuan, rasanya seperti mimpi mendapat kesempatan memotong rambut dua anak remaja cantik secara sukarela.
Aku mulai memegangin rambut Dian. Lembut sekali. Benar-benar lembut rambutnya.
Aku sedikit sayang jika rambutnya dipotong acak-acakan, Aku terpikir untuk membuat Ponytail. Namun Ku urungkan karena pasti potongan rambutnya tidak akan sependek Poppy.
Akhirnya Ku putuskan untuk memotong langsung.
“Mbak Dian, siap ya?” Tanyaku meyakinkan
“Iya Mas” jawabnya datar
“Mbak Poppy, tolong videoin dong” Pintaku
“Siap Mas!” jawab Poppy

Aku langsung memegang rambut sebelah kanan Dian, Aku ukur hingga mendekati atas kupingnya. Kres kres kres kres agak lama, sengaja Kunikmati prosesnya.
Rambut Dianpun terpotong, Aku menganggkatnya dan menyerahkan kepada Dian. Dian menangis semakin deras. Namun Aku tetap melanjutkan pemotongan rambutnya.
Sedikit demi sedikit Kupotong rambutnya. Ku buat sama dengan Poppy. Hingga pada guntingan terakhir Dian sudah agak tenang, rambutnya yang ikal lembut terlihat berantakan karena potongan yang Kubuat sengaja tidak beraturan.

Kress Kress Kress
Potongan rambut terakhir pun terlepas dari kepala Dian. Ia menarik nafas agak panjang kemudian berdiri.
“Abis kena razia ke sekolahan ya Mbak” Canda Poppy
Dian tidak menjawab.
Ia mengambil kaca dari pangkuan Poppy, perlahan Ia mengaca hingga akhirnya Dian pun kembali menangis.
“Gw harus ngomong apa sama ortu gw ya?” Dian lirih
“Ya bilang aja, Kita mau masuk paskib” Jawab Poppy dengan terus merekam wajah Dian.
Dian kemudian mengambil guntingan rambutnya, diciumi terus. Rambut sepanjang kira-kira 35cm dengan kontur ikal terlihat sangat indah.
Aku daritadi belagak sibuk beres-beres padahal mendengarkan pembicaraan mereka, aku semakin horny karena Dian terus saja menciumi rambutnya, jelas sekali Dian tidak rela.
“Nih Mas, udah lunas ya Kita” tegur Poppy sambil menyerahkan potongan rambutnya.
Dian pun menyerahkan rambutnya.
“Iya, makasih ya kalian mau bantu Saya” jawabku pelan
“Terus kalian gimana rambutnya? Mau dipotong dimana?” tanyaku menelisik
“Tau nih, gw malu banget deh kalo pulang kondisi begini” Poppy menjawab
“yaudah gini aja deh, sebagai rasa terima kasih Saya. Kalian potong rambut aja di salon, biar Saya yang bayarin, Saya juga gak tega ngeliat kalian begitu.”
“Masa Mas? Mas baek bener deh” Poppy manja
“Iya, deket sini ada salon gak ya?” Tanyaku
“Ada deket sini kalo gak salah, gw pernah anterin si Andien potong” Poppy lagi menyebut nama temannya

Dian tidak menjawab, Ia kembali mengenakan kerudungnya. Nampak perbedaan dengan sebelum dipotong, memang Dian tidak mencepol rambutnya tinggi sebelum dipotong namun tetap saja ada perbedaan jelas.
Ia duduk disamping Poppy.
Poppy memeluk dari samping. Terlihat Poppy sangat dewasa, tidak merasa menyesal ataupun menyalahkan Dian walaupun Ia harus berkorban dan Ia sempat menangis karna rambutnya dipotong.

“Mas, emang kalo jual rambut gitu bisa laku berapa paling mahal?” Poppy bertanya
“Ya Saya sih gak tau ya, kalo kata temen sih bisa laku 500rb kalo panjang sepantat” Jawabku kembali ngasal
Poppy kembali menimpali
“Ah kalo gitu, gw mau panjangin rambut gw lagi ah Dian, nanti gw jual aja, kan lumayan buat nambahin uang jajan gw. Hehehehe” .
“Yaudah catet nomor Saya nih, kalo ada temen yang mau potong rambut infoin ke Saya aja”.
“Ayo kapan mau jalannya? Aku gatel nih leherku banyak rambut didalem kerudung” Dian bersuara
Kamipun berjalan ke Salon yang dimaksud. Kebetulan sepi sehingga mereka bisa langsung dipotong.
“Ini kalian rambutnya kok pada berantakan gini? Kenapa atuh? Kena razia ini teh?” Tanya ibu pemilik salon.
“hehehe Iya” Jawab Poppy seadanya
“Bu potong kayak gini ya?” Ucap Dian sembari menunjukkan foto seorang model dengan rambut pixie tipis hampir rata.

Aku dan Poppy bengong.

BERITA LENGKAP DI HALAMAN BERIKUTNYA

Halaman Berikutnya